Malam semakin larut. Kabut tipis mulai turun dari lereng Gunung Slamet. Di sebuah keremangan gang sempit dengan lebar satu meter itu, tak ada lagi suara desah yang biasa terdengar sayup-sayup. Sebab, selama bulan suci ini, Gang Sadar Baturraden Purwokerto, untuk sementara ditutup.

"Sementara libur dulu untuk menghormati datangnya bulan puasa," kata Presiden Paguyuban Penghuni Gang Sadar Baturraden, Amir Pager, Sabtu (27/7) malam.

Amin mengatakan, aktifitas esek-esek di gang sempit itu sudah sepi sejak 17 Juli lalu. Di hari itu, seluruh penghuni Gang Sadar sudah pulang kampung. Mereka baru akan kembali lagi nanti usai Lebaran.

Amir merupakan penguasa di gang yang terkenal dengan bisnis esek-eseknya itu. Sebagai penguasa, dia sudah memerintahkan 'anak asuhnya' untuk pulang kampung dulu selama bulan Ramadan. Hal itu dilakukan untuk menghormati warga yang sedang menjalankan ibadah puasa.

Sebelum pulang, kata dia, Paguyuban sudah membagikan uang Rp 200 juta untuk seluruh penghuninya. Uang itu merupakan potongan penghasilan yang ditabung oleh pengurus Paguyuban. Dia berharap, uang tersebut bisa digunakan dengan baik oleh para penjaja seks komersial itu.

Menurut Amir, uang sebanyak Rp 200 juta dikumpulkan dari PSK yang mangkal di gang itu. Setiap kali kencan, PSK menyisihkan uang Rp 1.000 untuk ditabung dan dikelola pengurus paguyuban. Rata-rata setiap PSK bisa menyisihkan Rp 3.000-5.000 setiap harinya, tergantung berapa kali dia menerima tamu.

Bayaran paling rendah untuk sekali kencan sendiri dipatok Rp 200 ribu. Uang itu dibagi masing-masing Rp 100 ribu untuk PSK dan Rp 100 ribu untuk mami atau papi yang menjadi pengasuhnya.

Gang kecil dengan lebar satu meter itu, di kanan-kirinya terdapat rumah kos-kosan. Berderet hingga ujung gang, di situlah perempuan penjaja seks komersial tinggal. Boleh dibilang, Gang Sadar merupakan tempat untuk mereka tidur.

"Untuk transaksi dan eksekusi, tidak boleh dilakukan di dalam gang," jelas Amir.

Amir adalah 'papi' di gang itu. Dia menjadi penanggung jawab utama roda kehidupan di gang sempit itu.

Anak asuhnya atau PSK yang ada di situ kini berjumlah 81 orang. Biasanya, kata dia, anak asuhnya bisa mencapai 125 orang. Kini, kata dia, banyak PSK yang lebih memilih indekos di rumah warga sekitar. Lebih mandiri dan tidak terikat dengan iuran keamanan dan urusan lainnya.

Mereka rata-rata datang dari luar kota. Paling banyak berasal dari Jawa Barat. Ada juga yang datang dari Semarang, Solo, Surabaya dan bahkan dari luar Pulau Jawa. Amir menambahkan, para PSK datang atas kesadaran sendiri dan tanpa paksaan. Mereka yang menjadi kupu-kupu malam rata-rata karena sakit hati dengan mantan pacar mereka, atau karena alasan ekonomi keluarga.

Amir bercerita, Gang Sadar sudah ada sejak tahun 1970-an. Gang ini muncul sebagai kebutuhan wisatawan yang menginginkan wisata dalam bentuk berbeda, yakni wisata seks. Ditambah lagi, Baturraden merupakan daerah dingin di Lereng Gunung Slamet. Sejak saat itu, Baturarden mulai terkenal dengan wisata esek-eseknya dibandingkan keindahan alamnya.

Masih menurut Amir, Gang Sadar banyak disukai pelanggan karena sering ada 'barang baru' dari luar daerah. Selain itu, di gang ini rata-rata penghuninya masih muda dan fresh.

Untuk satu kali transaksi, harga pasarannya bervariasi. Mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu untuk transaksi short time. Sementara untuk long time, tarif pasaran berkisar antara Rp 1-5 juta, tergantung negosiasi.

Dia menyebutkan, bisnis PSK merupakan salah satu bagian tak terpisahkan dari dunia pariwisata Baturraden. Ribuan warga juga ikut menikmati perputaran bisnis ini, mulai dari tukang ojek, germo, penjual makanan, pemilik villa, hotel dan sopir taksi.

"Kalau gang sadar ditutup, ribuan orang akan kehilangan mata pencaharian," katanya.

Camat Baturraden, Wisnu Jatmiko mengatakan, kepulangan para penghuni Gang Sadar sudah menjadi kesepakatan bersama.

"Menjelang puasa, seperti kesepakatan yang dibuat bersama, mereka memang dihimbau untuk pulang dulu. Hal ini dilakukan untuk menghormati bulan puasa," katanya.

Wisnu juga meminta, untuk sementara waktu penjaja seks bisa mencari pekerjaan lain sambil menjalankan ibadah puasa dengan tenang. Di Gang Sadar sendiri terbagi menjadi dua tempat yakni Gang Sadar I dan Gang Sadar II. Di lokasi itu, sedikitnya ada 81 penjaja seks komersial. Mereka di bawah asuhan 60 mami atau induk semang, tempat mereka melakukan kegiatannya.

Lebih jauh Wisnu memaparkan, selain dari Banyumas, penjaja seks juga berasal dari Yogyakarta, Semarang, Tasikmalaya, Pekalongan, dan Bandung. Mereka biasa melayani tamunya di hotel maupun villa yang banyak dibangun di Baturraden. Bahkan untuk sewa villa yang biasa digunakan untuk short time hanya mengeluarkan uang Rp 50 ribu.

Kepulangan pramunikmat dari Gang Sadar sendiri ikut berdampak pada pemasukan villa atau hotel di Baturraden yang terkenal dingin itu.

"Mulai dari tukang ojek, anjelo atau antar jemput lonte, hingga penjaga villa pendapatannya turun," kata Somad, 37 tahun, seorang tukang ojek di kawasan itu.

Somad mengatakan, biasanya saat hari biasa, pendapatannya bisa mencapai Rp 50 ribu per hari. Tapi saat puasa seperti ini, pendapatannya turun drastis karena tak ada pelanggan yang biasa diantar ke villa atau hotel.
sumber

Jangan lupa di like dan Follow Twitter | @osserem

   

0 komentar:

Post a Comment

Anda sopan saya segan..Titip Alamat blog anda disini pasti akan saya kunjungi balik

 
Top